"Merokok dapat menyebabkan kanker, serangan jantung dan gangguan kehamilan dan janin". Kalimat ini jelas terpampang di setiap bungkus rokok. Lantas apa orang yang merokok itu buta huruf sehingga tidak paham kalimat itu? Nampaknya tidak dan sebetulnya bukan seluk beluk kalimat ini yang hendak saya bahas, melainkan propaganda yang digunakan pada iklan rokok.
Permainan kata-kata dan desain menarik pada iklan merupakan taktik jitu dalam memasarkan suatu produk. Di sudut-sudut kota, dapat kita lihat reklame-reklame besar dengan ukuran 3x4 meter atau bahkan lebih terpampang dengan keren dan gagah. Kesan keren yang timbul dari reklame itu tidak lain dan tidak bukan merupakan sumbangan terbesar atas pemilihan bahasa dan desain yang tepat!
Sebagai contoh, ada propaganda iklan rokok yang mengandung subliminal message atau pesan tersembunyi yang menggiring opini publik bahwa rokok merupakan mahakarya indonesia. Untuk mempercantik kesan itu, rokok disandingkan dengan benda khas yang memang warisan budaya indonesia, mahakarya indonesia. Sebuah langkah marketing yang cerdas!
Namun, apakah ini dapat dibenarkan oleh kita? Jujur saya pribadi tidak setuju dengan propaganda ini karena propaganda ini sesat dan menyesatkan. Opini publik diarahkan untuk menerima status rokok sebagai suatu hal yang patut dibanggakan dan dihargai layaknya warisan budaya. Tentu hal ini tidak dapat dibenarkan, karena saya yakin bahwa kebanyakan dari kita mengetahui aspek-aspek negatif dari rokok cenderung lebih banyak dari aspek-aspek positifnya.
Namun saya pun tidak menutup mata bahwa perusahaan-perusahaan rokok mempunyai jasa besar seperti memberikan beasiswa dan pelatihan kepemimpinan mahasiswa yang berkelanjutan, melakukan pembibitan atlet, menjadi sponsor utama bagi kompetisi sepak bola terspektakuler di negara kita, dan sebagainya. Meskipun demikian, saya tetap tidak menyetujui propaganda iklan rokok yang memposisikan rokok sejajar dengan warisan budaya kita, karena hal ini menyamarkan dengan sangat rapi segala aspek negatif dari rokok.
Perlu kita ingat, bahwa yang membaca iklan rokok ini bukan hanya orang dewasa, tetapi juga anak-anak! Kita pun menyadari bahwa faktor kritis anak-anak dalam memproses informasi yang masuk ke dalam pikirannya berbeda dengan orang dewas. Tanpa penjelasan atau klarifikasi dari orang dewasa yang lebih paham, saya khawatir jika kelak anak-anak zaman sekarang membenarkan bahwa rokok adalah warisan budaya atau mahakarya indonesia. Maka dari itu, anak-anak harus selalu dalam pengawasan orang dewasa, perkembangan ragam ujarannya perlu diperhatikan dan kemampuan faktor kritis mereka dalam memilah informasi perlu diasah.