"Penting ya kalau iklan program layanan pemerintah itu ada foto pejabat yang bersangkutan? Apa esensinya? Tujuan utama iklan itu apa, menyosialisasikan programnya atau memajang foto pejabat yang bersangkutan? "
Pertanyaan semacam itu ataupun pertanyaan lainnya yang serupa boleh jadi pernah terlontar dari masyarakat ketika masyarakat melihat iklan program layanan pemerintah selama beberapa tahun belakangan ini. Media iklan berupa reklame menjadi pilihan yang dinilai paling ampuh dalam menyampaikan pesan yang dimaksud. Melalui tulisan sederhana ini, saya akan membahas fenomena tersebut.
Sebagai pengantar, terlebih dahulu perlu kita pahami pengertian reklame. Reklame berasal dari kata "re" yang berarti berulang-ulang dan "clomos" yang berarti panggilan, sehingga reklame artinya panggilan yang berulang-ulang. Dalam konteks ini, panggilannya berupa daya tarik visual dari reklame tersebut yang membuat orang yang melihatnya tertarik untuk membacanya, bahkan membacanya hingga berulang-ulang.
Melalui penggunaan reklame, sebuah pesan dapat diantarkan kepada penerima pesan hanya dengan sekali jalan, namun intensitas interaksi antara penerima pesan dengan pesan itu terjadi berkali-kali. Bahkan tidak jarang, bahasa dan desain yang digunakan dalam reklame adalah bahasa dan desain yang mengandung "subliminal message" atau pesan tersembunyi yang tanpa disadari mempengaruhi penerima pesan. Dengan demikian, opini penerima pesan diharapkan dapat terbentuk sesuai harapan pengirim pesan.
Terkait iklan program layanan pemerintah yang juga "disisipi" foto dari pejabat pemerintah yang bersangkutan, saya ingin memberikan pendapat saya berdasarkan kacamata etika. Adalah tidak etis, saat iklan program layanan pemerintah "ditunggangi" oleh pejabat yang bersangkutan, jika pejabat itu merupakan calon kepala daerah, calon anggota legislatif, atau bahkan calon kepala negara sekalipun. Dalam hal ini, sangat jelas, pejabat yang bersangkutan "pandai" memanfaatkan posisi atau jabatannya untuk kepentingan dirinya. Kalau memang pejabat tersebut mampu bersikap fair, iklan tersebut mestinya bersih dari kepentingan apapun selain kepentingan program layanan pemerintah yang bersangkutan.
Namun di sisi lain, tidak jarang pula terdapat sejumlah masyarakat yang sama sekali tidak mengetahui sosok -wajah- atau bahkan nama pejabat tertentu, sehingga dapat dikatakan wajar atau tidak melanggar etika apabila pada iklan tersebut terdapat sosok -wajah- pejabat yang bersangkutan. Kita dapat berbaiksangka bahwa tujuan lain dari pemasangan iklan yang disisipi foto pejabat yang bersangkutan ini adalah untuk mengenalkan sosok pejabat itu pada masyarakat, dengan catatan, bahwa pejabat itu benar-benar tidak sedang mencalonkan diri untuk sebuah jabatan politik lain. Meskipun begitu, yang juga perlu diperhatikan adalah, porsi atau komposisi dari iklan itu harus didominasi oleh aspek sosialisasi programnya, bukan aspek pengenalan pejabatnya.
Terlepas dari itu semua, insya allah, saya yakin bahwa masyarakat sudah cerdas dalam menyikapi fenomena ini. Hidup rakyat indonesia!